Aku, Kamu, dan Halu

Jisung menghela napas pasrah saat melihat isi kulkas kontrakannya. Jangankan mengharap pemenuhan gizi dan nutrisi, bahan santapan yang layak konsumsi saja nihil.

Lagian, apa yang bisa Jisung gantungkan pada teman-teman satu kontrakannya yang tabiatnya sebelas-dua belas dengan rombongan kuli. Perasaan, baru kemarin dirinya menyuplai telur ayam selusin, hari ini jajaran telur-telur di pintu kulkas itu sudah kosong melompong lagi.

Mereka ini tipe-tipe manusia yang hobi ngehabisin air dingin tapi nggak pernah mau ngisi. ㅤ

Syukurlah... Setidaknya, setidaknya masih ada sisa satu porsi nasi di dalam rice cooker. Jisung berniat untuk membeli lauk di gang sebelah, sebelum matanya menangkap seonggok gorengan di samping kompor.

Jujur, Jisung sebenarnya bukan tipe orang yang sembarangan makan makanan orang lain tanpa izin. Tapi karena hatinya sudah dongkol, dia nggak peduli lagi.

ㅤ Selesai makan—yang disebut Jisung sebagai omelette keasinan—tubuh jangkungnya asyik rebahan sambil menonton TV di ruang tengah. Sampai akhirnya ia merasakan pusing dan hilang fokus pada tayangan yang ada di hadapannya.

Jisung bangkit duduk dan merasakan tubuhnya menjadi seringan kapas. Denting notifikasi dari HPnya sedikit mendistraksi lelaki itu dari rasa melayang-layang.

Sayang, kelas aku masih jam 4. Mampir kontrakan kamu dulu, ya. Hehe.

Rupanya pesan dari pacarnya, Jaemin.

Jisung buru-buru mengetikkan balasan, sekalian mau minta tolong dibelikan obat sakit kepala. Tapi belum sempat jempolnya menekan tombol kirim, huruf-huruf pada layar HPnya tiba-tiba berlenggak-lenggok dan berterbangan.

Jisung mengerjap-ngerjapkan matanya kuat.

ㅤ Merasakan kepalanya benar-benar sakit. Lelaki itu memilih untuk kembali ke dalam kamar. Meski dalam perjalanannya—yang hanya lima meter—langkahnya terasa membal seperti berjalan di atas trampolin. Beberapa kali ia bahkan harus ngesot-ngesot karena hilang keseimbangan.

Jisung memejamkan matanya di atas kasur.

Baru sebentar, usaha tidurnya terusik karena merasakan ada suara gemuruh aneh dan getaran ekstrim dari bawah tempat tidurnya.

ㅤ Mata Jisung membelalak kaget.

Ada apa ini!? Aku di mana!?

Langit-langit kontrakannya mendadak berubah menjadi kepulan awan mendung dan hujan-hujan meteor. Kasurnya berubah menjadi tanah berumput, dan sekelilingnya... ㅤ

“AAAKKKHHH!!!! RHAMPHORHYNCHUS!!!”

Setidaknya dalam kondisi seperti ini, otaknya masih berfungsi aktif menghafal nama hewan purba.

Jisung sontak meringkuk tiarap menghindari sabetan reptil bersayap itu.

Pupilnya bergetar, pandangannya mengedar untuk mencari tempat berlindung. Sejauh mata memandang, yang didapatinya hanyalah populasi dinosaurus yang berlarian dengan panik—sama sepertinya.

“Jangan kiamat dulu dong, gue masih perjaka ting ting anjrit.”

ㅤ Di tengah porak-poranda, netranya menangkap sebuah pohon besar di samping tebing bebatuan.

Hap! hap! Susah payah dirinya berlari sambil melompat-lompat menuju tempat perlindungan.

HAP!

ㅤ Jaemin terlonjak bingung, pacarnya itu tiba-tiba menerjang dan menghambur memeluknya dari belakang sesaat setelah ia masuk ke dalam rumah.

Raut bingungnya berganti menjadi kekhawatiran saat menangkap ekspresi Jisung yang terlihat ketakutan dan penuh derai air mata.

Kepalanya langsung menoleh ke arah kamar Jisung, was-was ada orang jahat yang mengganggu kekasihnya.

Kakinya ia bawa ke sana. Baru dua langkah, dekapan Jisung pada pinggangnya terlepas.

ㅤ Jisung menatapnya nanar.

“Po-pohonnya tumbang,” lirih Jisung.

Wah, ada yang nggak beres, nih.

Jisungnya yang sedang tidak beres, dan Jaemin sadar akan hal itu.

Seakan tidak diberi waktu untuk memproses kejadian, Jisung sudah kembali berlarian, memaksa Jaemin untuk mengejar karena takut pacarnya itu menabrak sesuatu dan terluka. ㅤ

Jaemin memeluk erat tubuh Jisung setelah berhasil ditangkap.

Jaemin sedikit kewalahan, karena biar bagaimanapun, badan Jisung yang sedang meronta-ronta di pelukannya itu lebih besar dibandingkan dirinya.

ㅤ “Tolong! Gue dililit anaconda!”

“Jisung! Sadar! Ini aku Jaemin!”

“Jangan! Jangan makan gue!”

Sebenarnya Jaemin tidak tega, tapi tidak ada cara lain yang terpikirkan olehnya selain menampar-nampar pipi Jisung agar pacarnya itu kembali pada kewarasannya.

Dan sepertinya, mempan...

ㅤ Jisung berhenti memberontak, bahkan pupilnya sudah bisa fokus menatap Jaemin.

Jaemin tersenyum senang, pun Jisung membalas senyumannya tak kalah lebar sampai menunjukkan gusinya yang begitu menggemaskan.

“Es krim jumbo!” ㅤ

Ternyata tidak mempan...

Senyum Jaemin seketika sirna bersamaan dengan Jisung yang melahap rambut karamel beserta ubun-ubunnya.

“Jangan! Jangan makan gue!” deja vu, namun kali ini keluar dari bibir Jaemin.

ㅤ Sekuat tenaga, Jaemin berusaha mendorong Jisung ke kamarnya, membanting tubuh jangkung itu ke atas kasur dan buru-buru menduduki perut Jisung agar tidak bebas berkeliaran.

Sayang, maaf! Jaemin terpaksa membekap mulut Jisung karena tidak mau berhenti teriak. Kalau didengar tetangga 'kan takut menimbulkan fitnah.

ㅤ Satu tangan Jaemin yang lain merogoh saku celana, mengambil HP miliknya untuk menelpon siapapun yang bisa dimintai penjelasan baik mistis maupun ilmiah.

Hampir saja ia menelpon salah satu kenalannya yang punya darah dukun, sebelum matanya menangkap sebuah nama yang sepertinya lebih potensial.

Chenle kontrakan Jie

ㅤ “Halo, Jaem?”

“Chenle, ini Jisung kenapa!?” tanya Jaemin dengan oktaf yang sedikit meninggi di ujung kalimat karena panik.

“Emangnya Jisung kenapa?” Tersirat kebingungan dari nada bicara Chenle. ㅤ

“Jisung ngelantur! Kontrakan kalian angker, ya!? Jisung kayak orang kesurupan tapi kayak bukan kesurupan! Tadi yang ada di kontrakan siapa aja? Ada yang ngeliat Jisung aneh nggak tadi siang?” Jaemin berucap ngegas tanpa jeda. ㅤ

“Mabok kali anaknya!” Chenle ikutan ngegas.

“Jisung kalo mabok nggak gini! Nggak sampe jadi halu!” ㅤ

Hening.

ㅤ Hening cukup lama sampai Jaemin harus memanggil-manggil nama Chenle beberapa kali.

Mendengar kata halu, membuat Chenle teringat akan suatu hal.

“Mark-”


Jaemin memijit pelipisnya pening menyaksikan Jisung yang sekarang sedang duduk bertapa di samping wastafel dapur.

Mungkin dia pikir ini air terjun.

ㅤ Setelah mendengarkan asumsi Chenle tentang, “Mark tadi pagi masak magic mushroom, katanya mau dicobain ke temen-temen tongkrongannya. Jangan-jangan sisanya kemakan sama Jisung?” Adalah teori paling masuk akal bagi Jaemin. ㅤ

Dirinya sempat berusaha mencari 'Cara menghilangkan efek halusinasi magic mushroom' di google, kesimpulannya adalah...

Tidak ada usaha yang bisa dilakukannya selain menunggu.

Memaksa Jisung memuntahan makanannya pun tidak menjadi jaminan.

ㅤ Bersyukur, Jisung sudah tidak seaktif satu jam pertama tadi. Anak itu hanya berkeliling-keliling dengan skenario ajaib yang silih berganti.

Jisung yang tiba-tiba mengobrol dengan gayung. Kalau ini jujur Jaemin tidak heran, karena Jisung waras pun sering melakukannya.

Jisung yang tiba-tiba kayang, karena katanya, “Aku adalah busur 180 derajat!” ㅤ

Jisung yang tiba-tiba meliuk-liuk tidak jelas sebab, “Aku dikutuk jadi lumpur lapindo sama bunda.” ㅤ

Atau yang paling mending adalah bersemedi seperti sekarang. Tidak terlalu merepotkan Jaemin.

Terhitung hampir dua jam Jisung bertahan dengan skenarionya yang satu ini, duduk bersila sambil menutup mata. Kedua talapaknya membentuk kuncup aneh di atas paha. ㅤ

“Jisung, udah yu-”

“Ssshhhh!!!!”

Ucapan Jaemin langsung dipotong.

“Jaga sopan santun. Aku sedang memohon kepada dewa air, jangan buat dia murka.”

ㅤ Jaemin yang bosan jadi ikut menanggapi halusinasi sang kekasih. Hitung-hitung hiburan. “Emangnya memohon apa sih, kamu?” ㅤ

“Pacar yang setia.”

Jaemin terkekeh geli. Oke, ini seru.

Ia melangkah mendekat, dua lengannya bertumpu pada marmer, mengukung tubuh Jisung.

“Emangnya pacar kamu kurang setia?” tanya Jaemin tepat di depan wajah Jisung.

ㅤ “Terlalu ganteng, banyak saingannya.”

”'Kan kamu udah jadi pemenangnya, Sayang.” Jaemin mencolek dagu Jisung.

ㅤ Jisung tidak lagi menjawab, masih bergeming dalam posisinya.

Jaemin hanya tertawa lalu mencuri satu kecupan gemas dari bibir Jisung yang langsung membelalakkan matanya lebar. ㅤ

Jaemin kira, masa-masa terberatnya sudah lewat.

Perkiraannya salah, justru sekarang lah puncak cobaannya.

ㅤ Jisung mengalungkan tangannya pada leher Jaemin, menariknya mendekat lalu menjilati dan menggigit kecil daun telinga Jaemin.

Jaemin berusaha menmberontak, namun pingganya dikunci oleh dua kaki Jisung. ㅤ

“Jadi zombie... Jadi zombie...,” erang Jisung tepat di telinga Jaemin. ㅤ

Berbahaya, ini berbahaya. Zombie ini berbahaya!

Jaemin mengerahkan upaya maksimal untuk membuang segala gejolak aneh dan pikiran-pikiran jorok di otaknya. Inget Jaem, Jisung cuma lagi halu!

ㅤ Panik, Jaemin jadi ikut komat-kamit memohon pada dewa air untuk diselamatkan sebelum kebablasan. ㅤ

Doanya instan terkabul saat mendengar langkah kaki memasuki dapur. Chenle nampak terkejut dengan pemandangan yang tersuguh di hadapannya.

Jaemin menoleh, melambai-lambai memohon bala bantuan. “Chenle! Tolongin gue! Gue udah nggak kuat!”

ㅤ Dengan gesit, Chenle manghampiri sepasang manusia—dan zombie—itu.

Sekuat tenaga, tangannya menarik lengan dan kaki Jisung yang menahan Jaemin.

Merasa terusik, Jisung tiba-tiba berhenti, matanya nyalang menatap ke arah Chenle. Sejurus kemudian, Jisung sudah berganti target.

Tangannya menarik bahu Chenle. Jisung mendekatkan kepala berusaha mengggigit leher Chenle. ㅤ

“EH, ANJING!” Jaemin misuh-misuh. Ini bukan yang dia harapkan.

Kenapa jadi Chenle yang disosor pacarnya? Tau gitu mending dia aja nggak usah dilepas.

“Najisss!!! Najissss!!!!” Telapak tangan Chenle mendorong wajah Jisung menjauh.

“Enak aja lo ngatain cowok gue najis!”

“Terus emangnya lo mau, gue disosor Jisung begin- AAAAKKKHHH!” ucapan Chenle terpotong oleh teriakannya sendiri karena jarinya yang menahan kepala Jisung digigit kencang. ㅤ

“Jadi zombie... Grrrr.” ㅤ


Untungnya, sebelum mereka betulan—dengan terpaksa—melaksanakan ide gila Chenle untuk melakban mulut dan mengikat tubuh Jisung, lelaki itu sudah kehabisan energi sendiri dan terkapar tidur.

Jaemin yang kelelahan juga ikut berbaring di samping Jisung, sekalian berjaga kalau-kalau pacarnya itu tiba-tiba berubah jadi zombie lagi, 'kan panjang urusannya kalau nyosor-nyosor temen kontrakannya yang lain.

Panjang urusannya sama Jaemin.

ㅤ Sekitar dini hari, Jaemin baru bisa sedikit tenang dan tidur. Tapi belum sampai lima belas menit, ia merasakan ada sepakan maut yang menerjang pantatnya, sampai-sampai tubuhnya terjerembab ke lantai.

Jaemin mengaduh sakit, menoleh pada pelaku KDRT yang duduk tegang di atas kasur. Pikir Jaemin, dia halu lagi?

“Kamu habis ngapa-ngapain aku, ya!?”

Tuh 'kan, halu.

Bentak Jisung serak, sepertinya suaranya habis gara-gara kelakuan hyperactive-nya tadi sore. ㅤ

Dengan lemas, Jaemin bangkit berdiri, mengambilkan segelas air untuk Jisung minum.

“Nih, minum dulu, biar otak kamu jernih.”

Jisung masih melirik sangsi, tapi tetap menerima air yang disodorkan Jaemin.

Tubuhnya bergerak mundur saat Jaemin duduk kembali di pinggiran tempat tidur, tangannya yang sedang menggenggam erat selimut naik untuk menutupi dadanya.

Jaemin yang melihat polah Jisung hanya mendengus kesal. Begini upahnya setelah ngurusin Jisung edan enam jam dan dibela-belain bolos kuliah?

Jaemin capek, ia memilih untuk merebahkan punggungnya lagi di atas kasur. Toh, Jisung kayaknya udah kembali normal.

Tapi, lagi-lagi, badannya ditendang terhempas dari kasur.

ㅤ “Siapa yang ngijinin kamu tidur di atas kasur aku!?”

Jaemin mendongak, menatap Jisung dengan bibir mengerucut. “Aku nggak ngapa-ngapain kamu. Suer deh, yang.”

Jisung menunjuk-nunjuk Jaemin. “Terus kenapa kamu pake baju sama celana aku? Terus kamu ngapain jam segini ada di sini?”

Bukannya menjawab, Jaemin justru keluar kamar.

Jisung bingung, semakin bingung saat yang lebih tua kembali dengan sebuah gayung ungu berbentuk love di genggamannya. ㅤ

“Tanya bestie kamu, nih,” ucap Jaemin sambil menyodorkan gayung di depan wajah Jisung.

Jisung merebut gayung dari tangan Jaemin. Apaan sih, dasar orang aneh!

Tunggu.

Sekelebat memori tiba-tiba terbayang.

Jisung menoleh untuk menatap Jaemin yang memandanginya datar dengan bersedekap dada.

Oh, no.

Klontang!

Jisung sontak melempar gayung di tangannya disertai dengan pekik tertampar realita.

Lelaki itu menarik selimut untuk menutupi seluruh tubuh jangkungnya, mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki, memunggungi Jaemin.

Menyadari Jisung yang sudah ingat kelakuannya, bibir Jaemin melengkung naik.

Ia tengkurap, menghadap pada gumpalan di balik selimut bermotif tayo.

“Nuduh-nuduh sembarangan, padahal kamu yang ngapa-ngapain aku. Minta maaf kamu, yang,” ejek Jaemin.

“Iya, maaf,” lirih Jisung pelan.

“Apa, yang? Aku nggak denger.” Jaemin menarik selimut yang menutupi wajah merah Jisung.

“Iyaaaa iyaaaa, aku minta maaf!” Jisung masih memejamkan matanya rapat-rapat. Terlalu malu untuk menghadap Jaemin.

Jaemin terkekeh sebelum mencium pipi Jisung gemas. “Iya, aku maafin, kok.”

ㅤ “Ya udah, aku pulang deh, kalo gitu. Biar kamu bisa istirahat.” Jaemin berdiri, bersiap-siap untuk beranjak pergi. Tapi urung, saat tangannya ditarik Jisung.

“Jangan pergi dulu. Aku laper,” ucap Jisung dengan mata melas.

Jaemin menaikkan sebelah alisnya. Bibirnya menyunggingkan senyum jahil. ㅤ

“Terus? Kamu mau makan aku?” Yang langsung dihadiahi sambitan bantal dari Jisung.

“Maksudnya, ayo makan bareng dulu!”

Pelajaran pertama, jangan sembarangan mengambil yang bukan hak kita.

Pelajaran kedua, narkoba no, prestasi yes.