“Anjir, Jen!”
Respon pertama dari tubuh Jaemin saat memasuki kamar Jeno adalah mata berkunang-kunang dan batuk sedang.
Kamar lelaki itu kondisinya sebelas dua belas dengan pabrik kimia yang mengalami kebocoran.
Jeno yang merasa terpanggil membalikkan badannya ke arah pintu kamar. Tangan kanannya masih menggenggam erat sebotol kaleng yang terlihat familiar. Familiar dan aneh di saat yang bersamaan, sampai membuat kedua alis Jaemin saling bertaut dalam.
“Lu ngapain nyemprot kecoa pake Stella, goblok!!??”
Jeno memutar kedua bola matanya malas. “Ya udah sih, sama aja, gue punyanya ini.”
Sumpah deh, pulang dari sini, bisa-bisa kentut Jaemin bau lavender.
“Sapu lo di mana?”
“Gue nggak punya sapu, kalau vacuum cleaner gimana?”
Jaemin memijit pelipisnya, semakin pusing dengan perbedaan level mereka berdua.
Tanpa basa-basi, Jaemin melangkahkan kakinya semakin masuk ke dalam kamar. Tangannya meraih asal penggaris segitiga dan kertas HVS A4 yang tergeletak di meja belajar.
Bak pawang kecoa, Jaemin dengan cekatan berhasil melumpuhkan serangga yang sudah setengah klepek-klepek itu dan membungkusnya dengan kertas, lalu buru-buru membuangnya ke tempat sampah yang ada di luar kamar.
ㅤ
“Makasih ya, Jaem.” Jeno menyodorkan sekotak susu Cimory hazelnut ke arah Jaemin yang sedang berjongkok di depan kamarnya, di samping rak sepatu. Lelaki itu enggan singgah di dalam kamar Jeno demi kesehatan paru-parunya.
Jaemin hanya melirik sekilas ke arah kotak susu di hadapannya. “Sorry Jen, gue nggak doyan susu.”
Jeno melipat bibirnya dalam. Merasa tak enak hati, ia bermaksud berbalik ke kulkas kosan untuk mengambil minuman yang lain. Urung, saat Jaemin tiba-tiba bangkit dari jongkoknya.
“Eh, nggak usah Jen, gue langsung balik aja ini ada kelas sore. Barang-barang ngampus gue masih di kos.”
Jaemin berkata jujur. Ia bukan sedang berbohong untuk menghindari interaksi dengan Jeno. Walaupun sering bertengkar, dua pacar Jisung itu sebenarnya akrab satu sama lain, bahkan lebih dulu berteman sebelum mengenal Jisung. Keduanya juga sering hangout untuk sekadar makan bersama atau main game bareng, bahkan tanpa Jisung. Walaupun seringkali obrolan mereka ujung-ujungnya juga nggak jauh-jauh dari Jisung ini dan Jisung itu.
“Oh, ya udah Jaem, hati-hati, ya. Sekali lagi makasih.” ㅤ . .
Jaemin tiba-tiba memutar tubuhnya saat kakinya sudah menuruni dua anak tangga.
Jeno menatap bingung pada Jaemin yang sedang melangkah kembali mendekatinya.
ㅤ
“Ada yang ketinggalan, Jaem?”
Bukannya menjawab, yang ditanya justru menangkup kedua pipi Jeno.
ㅤ
Tanpa aba-aba, Jaemin mendekatkan wajahnya dan mecuri satu kecupan lembut pada bibir Jeno.
ㅤ
“Titipannya Jisung ketinggalan,” bisik Jaemin saat hidung keduanya masih saling bersinggungan.
Jeno mematung sambil meremas kotak susu yang masih ada di genggamannya.
ㅤ
Tapi kenapa hanya dirinya yang tegang dengan situasi ini?
Jaemin saja hanya melemparkan cengiran menyebalkan—di mata Jeno—dan langsung melenggang pergi seperti tidak terjadi apa-apa.