Gara-gara Gara

“Mau ya, nyu?” Meta menaruh sendok ke atas piring. Tangannya berpindah menggaruk daun telinganya yang tiba-tiba terasa geli mendengar panggilan kesayangan dari sang kakak semasa kecil dulu.

“Apaan sih, Kak, aneh-aneh aja. Meta nggak mau.”

Yah…” Lengkungan di bibir pucat Gara boleh jadi tampak lucu, tapi dengus kecewa bercampur raut sedih tak kalah mendominasi wajahnya yang pasi. “Jaguar aja udah mau loh, padahal.”

“Berarti mas Jaguar juga aneh!” Momen harmonis suap-menyuap makan siang kakak beradik itu berubah menjadi pertikaian kecil sampai keduanya mendapat teguran tegas dari perawat bangsal.

“Harusnya, ya, sebagai suami yang baik tuh, mas Jaguar jawabnya gini…” Meta berdehem menetralkan pita suaranya, tenggorokannya agak gatal karena dipaksa bisik-bisik.

Sayang, aku yakin kamu pasti bakal sembuh. Kita akan bersama selamanya, aku cuma cinta sama kamu, aku nggak mau sama orang lain.

Lalu gelak tawa Gara mengudara. Tangannya terulur mengusak surai legam sang adik—Baru dihitamkan karena minggu depan mau sidang skripsi.

“Jago kamu niruin gaya bicara dia. Suka merhatiin, ya?”

Meta berdecih geli. Menepis tangan sang kakak untuk kemudian dibawa dalam genggaman. Meta tahu kesehatan kakaknya sudah di ujung tanduk, juga dia paham betul, kakak iparnya mengiyakan segala permintaan-permintaan terakhir Gara agar bisa berpulang dengan tenang, tanpa ada beban yang mengganjal. Bukannya Meta tidak mendoakan ketenangan yang sama. Namun, menerima permintaan Gara rasa-rasanya seperti mengamini kepergian sang kakak.

Di saat-saat terakhir hidupnya, Gara seharusnya banyak-banyak menghabiskan waktu bersama dengan suami dan anaknya, tapi yang dilakukannya justru mendorong Jaguar dan Meta untuk semakin dekat.

Atau…

“Seenggaknya kakak titip Lulu.”

Membiasakan anaknya sendiri agar menempel pada Meta.

Hangat di antara pegangan tangan kakak beradik itu lambat laun menjadi dingin, lalu membeku. Terang lampu rumah sakit seakan meredup. Dunia Meta bergetar seperti teriakan riuh paniknya orang-orang, juga bunyi mesin yang berdengung panjang menembus gendang telinga.

ㅤ Meta terbelalak bangun dengan peluh mengucuri pelipisnya.

Mimpi yang sama

Ia meraup oksigen dalam-dalam, menenangkan detak jantungnya sebelum menoleh ke kiri, pada jam weker yang menunjuk angka tiga.

Kemudian menoleh ke kanan, pada punggung Jaguar yang sudah berbulan-bulan berstatus sebagai suaminya.