Permohonan Terakhir
Dimas duduk di dalam mobil sendirian, sengaja Miko tinggal sebentar untuk memberi ruang.
Sebuah laptop bertengger manis di pangkuannya, laptop yang berisi permohonan terakhir dari orang paling jahat di hidupnya. Si paling jahat yang hari ini akan dihukum untuk berpulang selamanya.
Di hadapannya, tersuguh satu file video berdurasi 31 detik yang menanti untuk ditontonnya.
Dalam satu tarikan napas, dengan jemari yang sedikit bergetar, Dimas mengarahkan kursor, memencetnya dua kali, sampai sebuah layar penuh menampakan wajah Abiyyu.
Wajah yang tak lagi nampak familiar di mata Dimas.
Tangan yang dulu begitu kekar memukuli dirinya, kini begitu kering kerontang.
Sorotnya yang dulu menusuk tajam, kini berubah sendu.
Walau demikian, selama dua puluh detik pertama, sorot itulah yang menemani Dimas, bergeming menatapnya dalam. Terlalu dalam sampai rasa-rasanya Dimas bisa menyelami apa yang ada di dalam perasaan pria itu.
Penyesalan
Penyesalan
dan Penyesalan
ㅤ
“Dimas…”
Dimas menggigit bibirnya. Untuk kali pertama, Abiyyu menyebut nama Dimas tanpa hawa mencekam dari api amarah.
ㅤ
“Maafin kak Biyu.”
Hanya empat kata, kemudian layar kembali gelap. Wajah Dimas terpantul di sana, tanpa ekspresi yang begitu berarti. Kosong.
Segalanya… terasa kosong.
Tak ada perasaan lain. Hanya kosong.
Bukan juga kekosongan yang melegakan, namun seperti kosongnya permulaan.
Seperti lembaran kertas yang masih putih bersih.
Seperti kanvas yang belum dilukis.
Seperti bayi yang baru lahir.
Dimas menatap ke luar jandela mobil, pada Miko yang berdiri gusar sambil bermain kerikil di kakinya.
Sepertinya Dimas baru saja belajar apa itu mengikhlaskan. Memaafkan luka lama, membuang segala memori buruk, lalu memulai awal baru untuk kehidupannya.