Salju Pertama Turun, Cinta Pertama Gugur

Jeno memarkirkan mobilnya tergesa. Tubuh gagah dengan balutan mantel kulit teranyar itu buru-buru menderapkan langkah.

Perjalanannya singkat, namun deru napas beratnya bak marathon berkilo-kilo meter jauhnya.

Satu tarikan napas panjang, lalu dihembuskan bersama dengan kakinya yang mantap mendekat ke arah taman asrama—tempat tinggalnya dan member grupnya.

Rinai salju, udara dingin… Raga Jeno seketika membeku, bergeming dengan tatapan sendu. Meleleh oleh hatinya yang memanas tatkala melihat Jisung nyaman dalam dekapan lengan Jaemin. Senyum manisnya terukir indah pada tepukan-tepukan pelan yang Jaemin bubuhkan pada surai peraknya.

Tak ingin serakah dan egois dengan mempertaruhkan senyum Jisung, Jeno memilih mundur.

Tak ingin bahagia kesayangannya itu luntur.

Kepalanya menunduk menahan pilu, menatap nanar pada seikat bunga dalam genggaman. Malam ini, Jeno bernasib sama, dengan si mawar yang tak sempat menyampaikan pesan-pesan cinta.


Jisung melepas jaket tebalnya setelah hembusan hangat menyelimuti tubuhnya sesaat setelah memasuki asrama.

Pergerakannya pada kenop pintu kamar terhenti untuk menginterupsi langkah Jaemin menuju kamar mandi.

“Hyung…”

“Hm?” Jaemin memusatkan atensi pada Jisung, dua alisnya terangkat bertanya.

By the way, makasih udah gantiin lampu kamar Jisung,” ucap yang lebih muda dengan senyum tulus.

Jaemin memiringkan kepalanya, sebelum menyunggingkan tawa yang nyaris tak tampak.

“Bukan Jaemin hyung yang gantiin.”

Eh?