Tidak ada yang nampak mencurigakan saat Airlangga menginjakkan kaki di kediaman Abiyyu. Segalanya terlampau normal. Bahkan Abiyyu terlihat santai saat mengajak dirinya duduk di meja makan. Menawarinya minum teh, bahkan.
Tapi Airlangga tolak. Takut beracun.
ㅤ
Airlangga yang tadinya begitu berburuk sangka mulai berpikir, jangan-jangan beneran cuma mau ngomongin project yang batal?
Merasa tenang, Airlangga berani berceletuk, “Kok sepi? Gio ke mana?”
Abiyyu merespon pertanyaan Airlangga dengan senyum simpul.
“Gio sayaaang, sini turun! Dicariin kak Ai!”
Deg.
Kak Ai. Kecemasan Airlangga meroket lagi. Sejak kapan Abiyyu tau panggilan Gio terhadap dirinya?
Segalanya menjadi di ujung tanduk saat netra Airlangga menatap Gio yang turun dari tangga dengan kaki terpincang-pincang.
Dan untuk pertama kalinya, Airlangga melihat semuanya dengan begitu jelas. Tubuh polos Gio tanpa atasan yang penuh bekas luka di mana-mana. Bukan hanya bekas pukulan, namun juga bekas jahitan di dada.
Semua itu selalu bersembunyi di balik pakaian lengan panjang Gio. Tapi sekarang, Abiyyu bahkan tak segan lagi untuk meninggalkan jejak pada bagian-bagian yang dapat dilihat sekilas mata.
Wajah Gio penuh memar, bahkan mata kirinya tidak bisa membuka sempurna karena goresan luka.